Wol Ryung menggenggam tangan
istrinya semakin erat, tak menjawab pertanyaan Dam Pyung Joon dan malah
berkata, “Saya tak ingin berkelahi denganmu.”
“Apakah kau ingin mengatakan
kalau kau melawan, maka kau percaya kalau kau akan menang?” tanya Dam Pyung Joon
menyudutkan.
Wol Ryung mencoba berdalih kalau
ia dan istrinya tak pernah melukai orang lain dan mengapa tentara melakukan hal
seperti ini pada mereka. Dengan sopan Dam Pyung Joon mengatakan jika wanita
yang bersama Wol Ryung bukanlah budak Negara yang sedang mereka cari, maka ia
akan meminta maaf, “Jadi maukah kalian ikut bersamaku?”
Menghadapi Dam Pyung Joon yang
sopan, Wol Ryung tak bisa menolak tapi juga tak mau menurut. Matanya terlihat
panik dan mencari-cari jalan keluar, hingga matanya bertemu dengan mata kuda
Dam Pyung Joon. Dan seperti menerima pesan Wol Ryung, kuda itu langsung
meringkik dan mendompak, membuat Dam Pyung Joon harus menenangkan kuda itu.
Wol Ryung menggunakan kesempatan
itu untuk lari. Namun Dam Pyung Joon yang kehilangan targetnya, langsung
menembakkan anak panah ke udara, memberi isyarat pada pasukannya untuk bersiaga
di tempatnya masing-masing.
Seo Hwa sudah tak kuat lari dan
ingin menyerah.Ia minta maaf karena tak menuruti kata-kata Wol Ryung pagi tadi.
Wol Ryung mencium kening Seol Hwa, berjanji untuk tetap melindunginya dan
memintanya untuk bertahan.
Ternyata Wol Ryung dan Seo Hwa
lari ke arah pasukan itu. Sudah ada beberapa orang yang menunggu di atas pohon,
dan saat Wol Ryung dan Seo Hwa lewat, mereka menjerat Wol Ryung dengan rantai
besi.
Dam Pyung Joon datang dan anak
buahnya memastikan kalau wanita yang ada di depan mereka adalah budak Negara
Yoon Seo Hwa. Maka Dam Pyung Joon pun menyuruh pasukannya untuk menangkap Seo
Hwa.
Tapi menangkap Seo Hwa bukah hal
yang mudah karena walau sudah terikat, Wol Ryung tetap melindungi istrinya,
“Jangan sentuh dia! Dia adalah milikku.”
Salah satu tentara itu memukul
perut Wol Ryung hingga Wol Ryung tersungkur, dan Seo Hwa pun langsung diseret
menjauhi Wol Ryung.
Seo Hwa berteriak memanggil
suaminya dan Wol Ryung yang dipukuli ramai-ramai hanya bisa menatap istrinya
yang panik. Suara biksu So Jung yang menyebutkan pantangan untuk tak membunuh
makhluk apapun terngiang di telinganya.
Suara Seo Hwa yang memanggil
namanya juga terngiang di telinganya. Pantangan untuk tak menunjukkan wujud
aslinya di depan manusia pun terngiang, seolah memperingatkannya.
Tapi peringatan itu tak dapat
menghentikannya karena ia melihat Seo Hwa diseret semakin menjauh darinya.
Kemarahan memenuhi matanya, kedua tangannya mengepal, dan seketika itu pula butiran
cahaya biru muncul dari tanah di sekitar tubuh Wol Ryung.
Para pasukan itu terkesima
melihat butiran cahaya itu, namun belum sempat mereka melakukan apapun, semua
tentara yang mengerubuti Wol Ryung terpental ke udara, mengagetkan kelompok
pasukan yang menyeret Seo Hwa.
Di tempat Wol Ryung terikat,
mereka melihat semua tentara tersungkur di tanah kecuali satu tentara yang kini
tergantung di udara karena lehernya tercekik.
Oleh wujud asli Wol Ryung. Walau
mereka sudah menduga, tapi Dam Pyung Joon dan pasukannya terkejut melihat wujud
asli Wol Ryung. Sedangkan Seo Hwa hanya bisa terpana saat melihat suaminya yang
mencekik leher tentara itu lebih keras sehingga orang itu tewas seketika, “Wol
Ryung..”
Para tentara itupun langsung maju
untuk menyerang, tapi Wol Ryung yang sudah buas, melumpuhkan para tentara itu
dengan tangan kosong yang sekarang sudah berubah menjadi cakar. Dalam hatinya,
Wol Ryung berkata sesuai janjinya pada istrinya, “Jangan sentuh Seo Hwaku.”
Tapi Seo Hwa yang melihat
kebuasan suaminya, hanya bisa terpaku ketakutan. Tanpa sadar air matanya
mengalir, melihat bagaimana Wol Ryung menebas para tentara itu dengan tangannya
dan bahkan menggigit leher salah satu tentara seperti binatang.
Dan Wol Ryung pun berteriak,
mengaum memekakkan telinga, sehingga angin menerbangkan daun-daun sehingga menimbulkan
pusaran angina yang hebat. Para tentara yang masih belum terkapar, satu per
satu mulai tersungkur dengan menutup telinga karena tak tahan mendengar suara
itu. Bahkan Dam Pyung Joon yang kemampuan bela dirinya paling tinggi pun
akhirnya juga tersungkur, pingsan.
Sepertinya auman itu tak
ditujukan pada Seo Hwa., karena sekarang hanya tinggal Wol Ryung dan Seo Hwa
yang masih berdiri tegak. Wol Ryung berjalan menghampiri Seo Hwa. Namun Seo Hwa
yang sudah ketakutan, meminta dalam hati, “Tidak, jangan mendekatiku…”
Suara hati Seo Hwa sepertinya
terdengar oleh Wol Ryung karena ia menatap Seo Hwa putus asa dan tatapannya
memohon. Tapi Seo Hwa yang baru saja melihat pemandangan yang mengerikan itu
berteriak, “Tidakkk!!” dan ia pun jatuh pingsan. Wol Ryung kembali mengaum putus
asa.
Wol Ryung membawa Seo Hwa ke
dalam gua. Seo Hwa yang akhirnya sadar malah berteriak, meminta makhluk itu
agar tak mendekatinya.
Masih dengan wujud aslinya, Wol
Ryung berkata perlahan meminta agar Seo Hwa tak takut kepadanya karena ia
adalah Wol Ryung. Seo Hwa bertanya tak percaya, “Apakah ini benar-benar
dirimu?”
Wol Ryung mengangguk dan minta
maaf karena menunjukkan wujud aslinya pada Seo Hwa. Dan karena kelelahan dan
tubuhnya yang penuh luka, Wol Ryung pun terjatuh pingsan.
Seo Hwa menggeleng-gelengkan tak
percaya. Ia pun keluar gua dan bergumam, “Tidak. Ia tak mungkin Wol Ryung.” Dan
ia pun pergi meninggalkan tempat yang pernah menjadi rumahnya.
Kembali butiran cahaya biru
muncul dan secara ajaib menyembuhkan luka-luka yang diderita Wol Ryung yang tak
sadarkan diri.
Sementara di tenda pasukan, Dam
Pyung Joon iba melihat seluruh anggota pasukannya terluka parah. Anak buahnya
melaporkan kalau pesan Dam Pyung Joon sudah disampaikan kepada Jo Gwan Woong
yang akan segera datang kemari.
Mendadak, mereka dikejutkan oleh kedatangan Seo Hwa yang tak terduga menyerahkan
diri.
Biksu So Jung yang sebelumnya
merasakan kekhawatiran akan temannya, menemukan Wol Ryung tergeletak pingsan.
Ia pun segera merawat Wol Ryung. Tapi Wol Ryung yang kemudian sadar, meminta temannya
untuk menemukan Seo Hwa karena Seo Hwa sekarang takut padanya.
Betapa kesal dan putus asanya
Biksu So Jung melihat Wol Ryung masih mengkhawatirkan Seo Hwa yang menyebabkan
semua ini. Tapi Wol Ryung tetap memohon, sehingga temannya itu menyanggupi.
Sebelum pergi ia mengingatkan Wol Ryung tentang pisau kayu dan di saat
terakhir, Wol Ryung harus melakukan apa yang dulu pernah ia katakana.
Seo Hwa berhadapan dengan
pembunuh ayahnya. Jo Gwan Woong menampar Seo Hwa, menyalahkan Seo Hwa yang
telah mengorbankan nyawa pembantu dan adiknya untuk hidup dengan makhluk gaib.
Tentu saja Seo Hwa shock
mendengar ucapan Jo Gwan Woong yang berbeda dengan ucapan Wol Ryung sebelumnya.
Apalagi Jo Gwan Woong menjelaskan secara rinci bagaimana Dam mati gantung diri
setelah meloloskan Seo Hwa, sedangkan Yoon mati digantung olehnya setelah
ditemukan oleh para pemburu budak.
Jo Gwan Woong menyalahkan Seo
Hwa. Kalau saja Seo Hwa mau tidur dengannya, maka nyawa Yoon akan selamat. Seo
Hwa semakin shock mendengarnya. Tiba-tiba ia merasa mual, dan lari menjauh
untuk muntah.
Jo Gwan Woong menyuruh Dam Pyung
Joon untuk memaksa Seo Hwa menunjukkan arah ke sarang Gumiho dan memotong leher
Gumiho itu, sekaligus leher Seo Hwa.
Dam Pyung Joon hanya diam, dan
memandangi Seo Hwa yang menangis mengingat kedua orang terdekatnya.
Wol Ryung terbangun dan betapa
terkejutnya ia saat keluar, ia melihat Dam Pyung Joon dan pasukannya telah bersiaga
menunggu dirinya. Ia heran bagaimana Dam Pyung Joon bisa menemukan tempat
tinggalnya karena tepat tinggalnya ini tak bisa dijamah oleh manusia.
Dan muncullah Seo Hwa dari balik
punggung Dam Pyung Joon, memandang tajam kepadanya.
Wol Ryung tak menyangka Seo Hwa mengkhianatinya.
Tapi Seo Hwa berkata dingin, “Dan bagaimana dengan kau yang membohongiku? Dam
telah mati, Yoon juga telah mati. Kenapa kau mengatakan kalau mereka baik-baik
saja?”
Wol Ryung menjawab kalau ia tak
tahan melihat Seo Hwa tenggelam dalam kesedihan. Tapi Jo Gwan Woong muncul dan
mengatakan motif Wol Ryung sebenarnya, “Sebagai seorang Gumiho, kau ingin merebut
hatinya dengan membohonginya, menculiknya dan membuatnya bingung. Bukannya
seperti itu?”
Tentu saja Wol Ryung membantah
tuduhan itu. Tapi Seo Hwa bertanya bagaimana dengan Wol Ryung yang tak pernah
memberitahukan kalau Wol Ryung adalah makhluk gaib? “Kenapa kau berpura-pura
menjadi manusia?! Kukira kau adalah manusia biasa, dan semua yang kau katakan,
yang kau tunjukkan padaku semuanya nyata.”
Wol Ryung menatap istrinya dengan
putus asa. Tanpa sadar ia meneteskan air mata mengingat kata-kata Biksu So Jung
saat menyerahkan pisau kayu itu.
Jika wanita yang kau cintai itu tetap mencintaimu setelah mengetahui siapa
dirimu sebenarnya, maka kau akan selamat. Namun, jika ia mengkhianatimu, maka
bunuhlah ia dengan pisau in, maka kau masih tetap akan menjadi penjaga gunung
ini dan bukannya iblis seribu tahun. Jadi jika situasi terburuk itu terjadi,
gunakan pisau ini apapun yang terjadi.
Wol Ryung mengeluarkan pisau kayu
itu, dan berteriak putus asa memanggil nama Seo Hwa. Jo Gwan Woong
memerintahkan pasukan untuk memanahnya. Tapi dengan mudah Wol Ryung
menangkisnya dengan pisau kayu itu.
Dan ia lari merangsek maju yang
dicoba ditahan oleh pasukan yang menghalanginya. Tapi Wol Ryung dengan mudah
meloloskan diri dengan terbang tinggi melompatinya dan sekejap ia sudah ada di
hadapan istrinya. Tanpa ada pisau di
tangannya
Wol Ryung meraih pundak istrinya.
Namun belum sempat ia berkata atau melakukan apapun, Dam Pyung Joon sudah
menghunuskan pedang ke perutnya. Wol Ryung mengernyit kesakitan apalagi saat
Dam Pyung Joon menghunus pedang semakin dalam.
Tapi pandangan Wol Ryung hanya
tetap pada Seo Hwa dan ia berkata perlahan, “Mengapa kau melakukannya? Aku
mencintaimu. Sangat mencintaimu. Mengapa…?”
Seo Hwa terpana mendengar
kata-kata Wol Ryung yang hanya berupa bisikan. Begitu pula Dam Pyung Joon yang
mendengar pengakuan tulus Wol Ryung. Namun Jo Gwan Woong berteriak padanya,
menyuruhnya untuk segera menghabisi makhluk itu.
Dan ketika wujud asli Wol Ryung muncul, cakarnya mencengkeram bahu Seo Hwa sehingga Seo Hwa berteriak kesakitan. Saat itu pulalah Dam Pyung Joon mendorong Wol Ryung menjauh dari Seo Hwa dan menebas Wol Ryung.
Tubuh Wol Ryung tak terjatuh,
tapi malah terangkat tinggi dan butiran cahaya biru itu kembali muncul, kali
ini sangat banyak karena tubuhnya perlahan-lahan berubah menjadi butiran cahaya
itu.
“Wol Ryung…” Seo Hwa memandang Wol Ryung yang terus menatapnya walau seluruh badannya sudah mulai menghilang dan menjadi butiran cahaya. Wol Ryung pun lenyap digantikan oleh butiran cahaya biru yang seolah adalah jiwa Wol Ryung, yang sekarang terbang dan menghilang.
Seo Hwa terduduk lemas. Jo Gwan
Woong memuji Dam Pyung Joon dan memintanya untuk menyelesaikan tugas akhirnya
di sini. Dam Pyung Joon menatap Jo Gwan Woong tak percaya. Tapi Jo Gwan Woong
tak peduli dan ia pun pergi meninggalkan mereka.
Dam Pyung Joon melihat satu orang yang harus ia bunuh lagi. Mendadak suara Biksu So Jung mengalihkan perhatiannya. Biksu So Jung bertanya dimanakah Wol Ryung berada. Menyadari Dam Pyung Joon hanya diam, ia segera menyadari kalau temannya itu telah gagal. Ia menangis putus asa memanggil-manggil nama temannya.
Ia berteriak marah menyalahkan Dam
Pyung Joon yang telah membinasakan Wol Ryung, penjaga suci gunung ini. Wol
Ryung tak pernah melukai siapapun. Dam Pyung Joon membantah hal itu karena
separuh pasukannya terbunuh oleh Wol Ryung. Namun Biksu So Jung menyela, “Apakah
ia yang memulai serangan? Apakah ia duluan menyerang?”
“Yang ingin ia lakuan hanyalah menjadi manusia biasa dan menjadi tua bersamanya,” kata Biksu So Jung dan ia menatap Seo Hwa, “Semua ini karena cintanya padamu! Apa kau tahu?”
Seo Hwa terpana mendengar kata-kata teman suaminya yang mengatakan kalau hanya dalam 10 hari lagi, Wol Ryung akan menjadi seorang manusia. Ia terpaku, dan saat melihat pisau kayu yang tertinggal di tempat Wol Ryung berdiri, bersama dengan anak panah yang berserakan, ia menyadari kalau Wol Ryung tak pernah berniat untuk membunuhnya.
Dan perasaan mualpun datang kembali. Ia menutup mulutnya dan segera berlari menjauh, memuntahkan rasa mual itu.
Dam Pyung Joon mendekati Seo Hwa dan menyadari apa yang telah terjadi. Seo Hwa terbelalak, juga menyadari apa yang telah terjadi pada tubuhnya. Ia menolak percaya kalau hal ini terjadi padanya. Dam Pyung Joon hanya bisa menghela nafas.
Di kediamannya, Jo Gwan Woong menatap tusuk konde yang penuh darah yang dikirimkan Dam Pyung Joon kepadanya. Dam Pyung Joon telah menyelesaikan semuanya.
Dan untuk pertama kalinya ia terlihat sedih. Ia teringat saat ia melewati rumah Seo Hwa, dan dari jauh mengagumi kecantikan Seo Hwa yang sedang bersama Dam.
Hmm.. Apakah kejadian ini semua terjadi karena ia jatuh cinta pada Seo Hwa?
Wol Ryung ternyata berubah wujud kembali menjadi manusia. Entah sudah mati atau belum. Tapi tanaman merambat kembali menyelimuti tubuhnya, menyembunyikannya dari dunia manusia.
Dan Seo Hwa yang hamil besar sekarang berada di Chunhwagwan, mencoba bunuh diri atau menggugurkan bayinya. Soo Ryun meminta Seo Hwa untuk menerima takdirnya. Tapi Seo Hwa tak mau, “Takdirku? Apa takdirku adalah menjadi gisaeng? Apakah takdirku adalah menjadi istri makhluk gaib? Atau takdirku menjadi ibu dari seorang monster? Aku tak dapat menerimanya. Semua itu bukan takdirku!”
Seo Hwa memohon agar ia bisa menggugurkan bayi ini sebelum ia melahirkan monster. Tapi Soo Ryun mengingatkan Seo Hwa yang telah meminum racun dan melompat dari ketinggian, tapi bayi itu tetap tumbuh sehat di kandungan Seo Hwa, “Anak ini pasti tak bisa mati sebelum kau mati!”
Maka Seo Hwa pun memohon agar ia bisa bunuh diri. Tapi Soo Ryun telah berjanji pada seseorang yang membawa Seo Hwa ke Chunhwagwan, maka ia menolak untuk membiarkan Seo Hwa melakukan hal itu.
Ditinggal sendirian, Seo Hwa
merasakan kontraksi di perutnya. Dan ia pun mengambil keputusan.
Seo Hwa pun berjalan memasuki hutan. Suara Wol Ryung yang memanggilnya terngiang-ngiang di telinganya.
Dan sampailah ia di Taman Cahaya Bulan. Melihat bunga bermekaran, ia teringat saat-saat Wol Ryung dengan bahagia membawakannya bunya sepelukan besar. Ia kembali teringat betapa Wol Ryung membawakan kupu-kupu sekarang penuh dan membuka karung itu di hadapannya.
Kontraksi semakin terasa dan rasa sakit mulai menghebat. Seo Hwa pun melahirkan sendirian di goa, hanya ditemani kenangan saat pernikahan mereka.
Ia meredam jeritannya dengan kain dimulut, namun ia tak dapat meredam kenangan saat Wol Ryung mencoba menyelamatkan dirinya hingga ia harus menunjukkan wujud aslinya. Saat Wol Ryung tertusuk pedang Dam Pyung Joon, namun hanya dirinya yang Wol Ryung lihat. Betapa sebelum Wol Ryung lenyap, kata terakhirnya adalah Aku mencintamu. Sangat mencintaimu. Mengapa..?
Suara jeritan bayi terdengar pertama kali di malam hari. Dan butiran cahaya biru itupun muncul kembali.
Biksu So Jung yang kembali
melihat butiran cahaya yang sangat ia kenal dan bertanya-tanya sendiri, “Wol
Ryung..?”
Seo Hwa mendengar jeritan bayinya yang berada jauh dari sisinya. Bayi itu berada di sudut yang gelap, seolah-olah Seo Hwa tak ingin melihat wujud monster pada bayi yang baru saja ia lahirkan.
Bayi itu terus menangis. Dan dengan tekad bulat, Seo Hwa membuka bungkusan yang ia bawa, yang ternyata adalah sabit.
Ia pun mendekati bayi itu, “Maafkan aku, Wol Ryung. Tapi aku harus melakukannya. Maafkan aku..” dan mengayunkan sabitnya
Bayi itu kembali menangis. Dan butiran cahaya biru bermunculan seolah memanggil bulan untuk mengeluarkan sinarnya, menerangi goa itu sehingga ibunya dapat melihat wajahnya. Wujud aslinya.
Dan Seo Hwa pun tersentak melihatnya, “Astaga..” dan ia pun perlahan mulai menyentuh bayi itu, membuka selimut yang tadi ia balutkan ke badan bayinya. Bayi itu seperti bayi kebanyakan pada umumnya, “Kau bukan monster. Kau bukan monster..”
Di pinggir sungai, Park Mu Sol sedang bersantai di pinggir sungai bersama dengan teman-temannya dan pelayannya Choi Chun Ho. Tiba-tiba mereka mendengar suara bayi menangis dan melihat sebuah keranjang berisi bayi mengambang di sungai, melintasi mereka.
Buru-buru Park Mu Sol mengambil keranjang bayi itu dan membawanya ke tepian. Semua heran pada orang yang tega membuang bayi itu ke sungai.
Tiba-tiba muncul seorang biksu yang memberitahukan betapa beruntungnya Park Mu Sol mendapatkan bayi keberuntungan. Biksu itu memperkenalkan namanya sebagai So Jung.
Ia mengatakan kalau ia telah berkelana dan telah mempelajari tanda-tanda yang diberikan oleh langit, “Sepertinya jika kau memungut anak ini dan membesarkannya, kau akan mendapat sebuah keberuntungan yang besar.”
Teman-temannya memuji keberuntungannya dan salah satu temannya berinisiatif untuk memberikan nama, yaitu Kang (sungai) dan Chi (ditinggalkan). Bayi yang ditinggalkan di sungai, Kang Chi. Dan bayi ini akan mendapat marga Choi seperti marga pelayan Park Mu Sol.
Chun Ho berdalih kalau ia belum menikah, tapi Biksu So Jung berkata, “Choi Kang Chi, nama yang sangat bagus. Bagaimana menurutmu, Tuan Park?”
Ini adalah tempat yang misterius. Sisi liar dari alam yang tak terjamah oleh kaki manusia. Walaupun kisah cinta Wol Ryung dan Seo Hwa telah berakhir, legenda baru telah bermula.
Park Mu Sol terpesona melihat mata bayi yang tersenyum menatapnya, “Kang Chi.. Choi Kang Chi.” Dan ia tersenyum menatap bayi itu.
Komentar :
Banyak yang heran dan kecewa dengan sikap Seo Hwa. Mengapa Seo Hwa meninggalkan Wol Ryung? Dan lebih parahnya lagi, mengapa Seo Hwa malah menemui Dam Pyung Joon yang notabene adalah suruhan Jo Gwan Woong dan menunjukkan tempat tinggal Wol Ryung? Bukankah Seo Hwa pernah ditolong oleh Wol Ryung bahkan menjadi suaminya?
Mungkin nama gumiho, si makhluk gaib, tak begitu mengena di pikiran kita yang bukanlah orang Korea. Bagaimana kalau jin? Atau kuntilanak? Kuntilanak versi pria?
Dan bayangkan seorang wanita yang baru saja melihat ayahnya yang tewas di depan matanya sendiri, dijadikan budak yang kemudian dijadikan gisaeng, akhirnya menurut setelah melihat adiknya dipukuli hingga hampir mati. Dia pun akhirnya meloloskan diri atas bantuan pelayannya.
Ia diselamatkan oleh pria yang menyukainya, dan akhirnya mereka menikah. Akhirnya ia ditangkap setelah terkejut melihat wujud asli suaminya. Dan Jo Gwan Woong mengatakan kalau Wol Ryung adalah gumiho. Dan menurut Jo Gwan Woong, gumiho itu membohonginya untuk mendapatkan dirinya.
Jadi, jika kita menyelami pikiran Seo Hwa, keluarganya tewas dan ia menikah dengan makhluk sejenis jin? Apakah salah saja jika Seo Hwa berpikiran kalau bayi itu adalah akan menjadi monster? Hanya ketika ia melihat bayinya, ia menyadari kalau ia tidak melahirkan seorang monster.
Namun mengapa Seo Hwa memutuskan untuk melarung bayinya di sungai? Saya sebenarnya juga heran. Yang terpikir di benak saya adalah jawaban Fanny di twitter, yaitu setelah Seo Hwa shock, shock tambah shock lagi.
Bagi saya, yang paling mengena adalah ucapan Seo Hwa yang bertanya marah, "Takdirku? Apa takdirku adalah menjadi gisaeng? Apakah takdirku adalah menjadi istri makhluk gaib? Atau takdirku menjadi ibu seorang monster? Aku tak dapat menerimanya. Semua itu bukan takdirku!"
Seorang gadis bangsawan, yang biasanya selalu bergelimang kemewahan, martabatnyadijatuhkan menjadi gisaeng. Harga dirinya sebagai wanita dilindas dengan ia harus melayani pembunuh ayahnya. Ia mulai menerima bahagia dengan takdirnya dengan menjadi istri seseorang pria. Hanya untuk mengetahui kalau pria itu adalah makhluk gaib yang disebut oleh tentara dengan gumiho. Ia tak tahu kalau Wol Ryung adalah makhluk suci penjaga gunung Jiri.
Dan saya pun sebenarnya ragu, makhluk suci penjaga gunung Jiri itu seperti apa? Apakah seperti Sun Go Kong, makhluk nakal yang dibuang dari surga? Atau yang lainnya? Saya pernah menonton drama Cina, tentang Dewi Kwan Im. Ada makhluk jadi-jadian yang telah berbuat baik, dan akhirnya ditasbihkan oleh Dewi Kwan Im sebagai penunggu tempat itu.
Tapi Seo Hwa tak tahu kalau Wol Ryung adalah makhluk suci penjaga gunung Jiri, hingga Biksu So Jung yang mengatakannya. Walau begitu, ia masih ragu. Makhluk suci itu tetap bukanlah manusia. Dan ia sudah melihat kekejian Wol Ryung saat ia berubah wujud.
Jadi memang perbuatan Seo Hwa yang membuang anaknya sendiri itu tak dapat dibenarkan. Tapi apakah kita bisa menyalahkan Seo Hwa atas tindakannya? Bagaimana jika kita berada di posisi Seo Hwa dan menjadi dirinya yang mengalami kejadian seperti itu?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar