Selamat Datang

Kamis, 23 Mei 2013

Sinopsis Gu Family Book episode 12 Bagian 2


Dengan lesu, Guru Dam kembali ke ruangannya. Lagi-lagi ia hanya bisa menghela nafas.
Kang Chi duduk menghadap Laksamana Lee.

Laksamana Lee yang tadi menyaksikan apa yang terjadi di halaman sekarang menatap gelang yang sekarang melingkar di tangan Kang Chi. Dengan tenang,  ia bertanya tentang orang yang pergi bersamamanya sebelum ini.
Kang Chi menjawab dengan getir, “Dia melihat wujud saya yang sebenarnya dan melarikan diri.”
“Apakah karena itu alasan matamu memancarkan kebencian dan darah?” tanya Laksamana Lee lagi.
“Orang yang saya anggap sebagai saudara sendiri, mengkhianati saya. Orang yang sangat saya cintai, melempari saya  dengan batu. Mereka yang saya percayai sebagai satu-satunya keluarga, menolak saya.”
Menurut Laksamana Lee, orang yang paling dicintai biasanya yang akan paling menyakiti, “Kau terluka karena kau mencintai dan menyayangi mereka.”
Kang Chi menceritakan bagaimana Chung Jo mengatainya monster. Laksmana Lee mencoba membesarkan hati Kang Chi kalau tidaklah penting anggapan orang pada dirinya, tapi yang penting adalah bagaimana Kang Chi memandang diri sendiri. Tapi bagi Kang Chi, bagaimanapun juga ia sudah bukan manusia lagi. Ia hanya separuh manusia.
Laksamana Lee mengerti maksud Kang Chi dan ia pun bertanya bagaimana hidup yang diinginkan Kang Chi sekarang? Kang Chi tak tahu karena ia hanya makhluk setengah ini dan setengah itu. Maka Laksmana Lee mengatakan,
“Seorang pria butuh teman untuk berbagi impian, butuh wanita untuk berbagi hati, dan membutuhkan negara untuk diabdi dengan segenap hati. Itulah hidup terbaik yang bisa dilakukan oleh seseorang.”
Tapi Kang Chi yang sudah putus asa mengatakan kalau tak ada yang mau membagi hati untuknya, ”Darah gaib kotor mengalir di dalam tubuh saya.”
Dengan suara perlahan, Laksamana Lee mengingatkan Kang Chi kalau di luar sana banyak manusia yang bertingkah lebih buruk dari binatang, “Yang menentukan dirimu manusia bukanlah darah yang mengalir di tubuhmu, tapi kemauan dan keputusanmu untuk hidup dengan baik,”
Kang Chi berkaca-kaca mendengar ucapan Laksamana Lee yang juga melontarkan pertanyaan yang sama sekali lagi, “Sekarang…,  bagaimana hidup yang kau inginkan? Kau ingin hidup sebagai apa?”
Di luar Yeo Wool menunggu Kang Chi dengan cemas. Dan saat ia melihat kemunculan Kang Chi, Yeo Wool langsung memberondongnya dengan pertanyaan, "Apa yang terjadi? Apa yang dikatakan Laksamana Lee? Apakah beliau marah? Separah itu?"
Kang Chi tak menjawab, hanya menatap Yeo Wool dan malah bertanya, “Mengapa.. mengapa kau sangat baik padaku?”
Yeo Wool pun bingung menjawabnya, “Itu karena.. aku hanya ingin melakukan segala yang bisa kulakukan untukmu.” Kang Chi tertegun mendengar jawaban Yeo Wool yang kemudian melanjutkan, “Karena itulah keinginanku.”
Kang Chi teringat jawaban yang ia berikan pada Laksamana Lee sebelumnya, yaitu, “Saya ingin menjadi manusia. Bukan separuh manusia seperti ini, tapi seutuhnya. Saya ingin menjadi manusia.”
Kang Chi menangis terisak-isak dan Laksamana Lee pun trenyuh, matanya ikut berkaca-kaca. Perlahan ia mengambil tangan Kang Chi dan menggenggamnya lembut, yang malah membuat Kang Chi semakin tersedu-sedu.
Di hutan, Bong Chul tersadar dan melihat kalau tak ada luka di leher dan perutnya. Hanya baju yang robek dan tangan berlumuran darah saja yang membuktikan kalau ia pernah terluka. Dan ia teringat bagaimana Kang Chi menarik belatinnya untuk mengiris tangannya sendiri dan mengucurkan darah di sekitar lukanya.
Saat itu Bong Chul bingung akan tindakan Kang Chi, tapi Kang Chi pun juga bingung mengapa ia mau melakukan hal ini pada orang seperti Bong Chul. Ia hanya dapat menghela nafas, “Aku pernah melakukan hal ini untuk menyelamatkan seseorang. Aku ingin tahu apakah cara ini juga manjur bagimu.”
Dan Bong Chul terbelalak melihat butiran cahaya biru mulai muncul dan hinggap di lukanya. Saking terkejutnya, ia malah pingsan.
Sekarang, di malam hari, Bong Chul terkejut menyadari kalau Kang Chi tak hanya menyembuhkannya tapi juga membuatkan api unggun untuknya. Ia hanya bisa mengumpat, bersyukur dengan setengah menangis dan setengah tertawa.
Chung Jo yang sudah didandani, dibawa di kamar Jo Gwan Woong  yang menyuruh gadis itu untuk menuangkan anggur untuknya. Chung Jo menolaknya mentah-mentah, tapi Jo Gwan Woong mengingatkan tentang Tae Soo dan ia akan memutuskan nasib kakaknya dari sikap yang ditunjukkan oleh Chung Jo.
Dengan menahan geram, Chung Jo mengangkat poci minuman itu. Tapi Jo Gwan Woong malah meletakkan gelasnya dan menarik Chung Jo dan berkata, “Jadilah milikku dan aku juga akan menjadi milikmu.”
Chung Jo memilih mati daripada diperlakukan seperti ini oleh orang yang membunuh kedua orangtuanya. Tapi Jo Gwan Woong mulai bermain kata dan mengatakan kalau orang tuanya tak mempertaruhkan nyawanya untuk Chung Jo, melainkan untuk Kang Chi dan ibunya meninggalkannya dengan membuang nyawanya sendiri, “Siapa yang akan melindungimu selain dirimu sendiri?”
Ughh.. the worst part of this drama. I hate him who said that in order to live she must threw away everything she can and enjoyed everything she can. And no. I won’t transcribe more of his disgusting words.
Chung Jo ketakutan dan meminta Jo Gwan Woong untuk melepaskannya. Tapi sia-sia.
Sebuah bunga jatuh sebagai simbol apa yang terjadi malam itu. Dan Tae Soo pun juga tersentak kaget, merasakan firasat buruk di dalam selnya.
Keesokan paginya, Yeo Wool mengintip ke dalam ruang kerja ayahnya dengan penuh was-was. Tapi ia memasang wajah paling ceria saat masuk ke dalam ruangan dan menyapa ayahnya, “Selamat pagi ayahanda..” 
Guru Dam tak menjawab, masih menekuni dokumen di hadapannya. Dan Yeo Wool pun menyapanya lagi, “Ayah bangun pagi-pagi sekali. Apakah ayah sudah sarapan?”
Tapi Guru Dam malah mengambil satu dokumen lagi dan benar-benar mengacuhkan putrinya, hingga Yeo Wool harus merengek memanggilnya, “Ayah…”
“Kenapa?” tanya Guru Dam ketus, dan Yeo Wool pun juga menyadarinya apalagi mendengar lanjutannya, “Kang Chi bukanlah orang yang dapat kau tangani. Ia bukanlah orang yang dapat memiliki hubungan dengan seorang manusia.”
Yeo Wool optimis kalau Kang Chi dapat memperoleh Buku Keluarga Gu, maka Kang Chi dapat menjadi manusia, “Jika ia menjadi manusia, maka takdirnya juga akan berubah dan ramalan biksu itu juga akan berubah, kan?”
Guru Dam mencoba menyela, tapi Yeo Wool tetap mengungkapkan apa yang ia yakini, “Takut akan masa depan yang bahkan belum ada. Aku tak ingin hidup menghindari masa kini yang ada di hadapanku. Aku ingin menghadapinya dengan penuh percaya diri.  Ayah yang mengajariku untuk hidup seperti ini. Benar kan, ayah?”
Lagi-lagi Guru Dam hanya bisa menghela nafas.
Sementara itu Kang Chi masih duduk diam di kamar, sepertinya tak tidur sepanjang malam. Ia memandangi gelang yang melingkar di pergelangan tangannya. Dan bagaimana tangannya itu digenggam oleh Yeo Wool tanpa ragu sedikitpun. Dan Jawaban Yeo Wool masih terngiang-ngiang di benaknya : Aku hanya ingin melakukan segala yang kubisa untukmu. Karena itulah keinginanku.
Seakan tanpa jiwa, Chung Jo memakai bajunya lagi. Namun ia tak dapat menutupi kecemasannya saat mendengar pengawal berkata kalau ia membawa Tae Soo ke hadapan Jo Gwan Woong.
Ughh.. kejam dan licik. Chung Jo menatap jijik pada Jo Gwan Woong, tapi Jo Gwan Woong dengan santai mengatakan kalau Chung Jo tak perlu malu karena Chung Jo telah menyelamatkan nyawa kakaknya. Chung Jo tak menjawab dan beranjak pergi.
Tapi terlambat, karena Tae Soo sudah dibawa masuk. Betapa kaget luar biasa Tae Soo melihat Chung Jo yang ada di kamar Jo Gwan Woong dan berpenampilan acak-acakan. Chung Jo hanya bisa menyapa kakaknya dengan pedih.
Rasanya ingin membungkam mulut Jo Gwan Woong yang menyuruh Tae Soo berterima kasih pada adiknya karena telah diselamatkan. Tae Soo menangis dan bertanya apakah ucapan itu benar? Chung Jo tak tahan  dan tak tega melihat wajah kakaknya. Ia pun segera berlari pergi.
Tae Soo berteriak marah dan mencabut pedang yang dipegang oleh salah satu pengawal, menyerang semua orang yang ada di hadapannya. Tujuannya hanya satu. Membunuh Jo Gwan Woong.
Tapi Jo Gwan Woong tenang dan tetap berbaring di tempatnya. Saat Tae Soo sudah hampir mendekatinya, Pengawal Seo memukul Tae Soo dari belakang dan menelikungnya. Tae Soo tetap berteriak, bersumpah akan membunuh Jo Gwan Woong. Sementara Jo Gwan Woong sendiri hanya berdecak meremehkan Tae Soo yang hanya bisa berteriak-teriak.
Dan sekali lagi, Jo Gwan Woong menyuruh Tae Soo untuk mencari informasi tentang penggunaan perak Tuan Park dan mengancam Tae Soo dengan keselamatan adiknya.
Jo Gwan Woong pun bangkit meninggalkan Tae Soo yang hanya bisa berteriak, menangis sedih melihat dua bantal tergeletak di atas tempat tidur itu.
Chung Jo kembali ke Chunhwagwan. Para gisaeng yang sedang duduk-duduk langsung menghadang Chung Jo dan mengatakan kalau Chung Jo sangat berani datang setelah kabur kemarin.
Chung Jo tak menjawab. Ia malah berbalik menghadap mereka dan dengan dingin bertanya pada Wol Sun, “Kau dulu pernah berkata kalau hidupku akan berkembang lagi seperti bunga musim semi? Jika hal itu terjadi, apa yang akan terjadi pada gisaeng terbaik di Chunhwagwan ini?”
Wol Sun terkejut mendengar pertanyaan sekaligus ancaman yang mengarah pada dirinya. Tapi Chung Jo tak menunggu jawaban dan melangkah pergi meninggalkan para gisaeng yang mematung tertegun.
Soo Ryun kaget melihat kedatangan Chung Jo yang menahan tangis dan terbata-bata bertanya apakah ia masih bisa bermimpi dan semua ini bukanlah akhir dari segalanya, “Dapatkah saya mempercayainya?”
Soo Ryun bertanya apa yang telah terjadi pada Chung Jo selama ia pergi? Chung Jo tak menjawab dan malah berkata kalau ia akan menjadi yae gi (gisaeng khusus yang mempelajari seni), “Saya akan menjadi yae gi dan memulai hidup saya dari awal lagi.”
Tae Soo kembali ke Moo Hyung Do dengan gontai. Di aula, ia bertemu dengan Guru Dam dan ia pun tak kuasa menahan perasaannya. Ia menangis tersedu-sedu di hadapan orang yang mengenal ayahnya dengan baik.
Kang Chi mengikuti Tae Soo yang masuk ke dalam aula. Mulanya ia hendak mengkonfrontir, tapi ia kemudian memilih bersikap tak peduli akan orang yang telah mengkhianatinya. Tapi kata-kata terakhir Tuan Park terngiang di telinganya : Kau sudah kuanggap sebagai anakku sendiri. Lindungilah Tae Soo dan Chung Jo.
Di dalam aula, Tae Soo menceritakan cita-citanya yang ingin seperti ayahnya. Jika ia terus mencoba, ia merasa bisa menjadi seperti ayahnya, “Tapi di dunia dimana Ayah sudah tak ada lagi, saya hanyalah orang yang lemah tak berdaya. Saya benci melihat diri saya yang menyedihkan ini.”
Guru Dam pun melontarkan dugaannya kalau Tae Soo adalah orang yang menyebabkan wujud Kang Chi berubah. Belum sempat Tae Soo menjawab, terdengar teriakan dari pintu, “Sampai kapan kau terus mengasihani dirimu sendiri, hah?
Ternyata Kang Chi kembali. Tae Soo memalingkan wajah, tak berani melihat Kang Chi karena ia masih berada di bawah pengaruh hipnotis. Tapi Kang Chi menyuruhnya untuk menatap ke arahnya. 
Ia menarik kerah Tae Soo agar berdiri dan berkata keras, “Lihatlah aku! Kenapa kau tak mau melihatlku? Kau takut aku berubah wujud lagi dan melukaimu? Atau karena kau ada dalam pengaruh hipnotis? Mengapa kau sangat takut?”
Tae Soo tetap menghindari tatapan mata Kang Chi, tapi Kang Chi memohon agar Tae Soo melihatnya. Melihat ke arahnya. “Kumohon, Tae Soo-ya. Kau harus melihat ke arahku agar aku dapat menunjukan diriku. Apa yang telah terjadi padaku, mengapa aku nampak seperti monster. Betapa takutnya aku,.. betapa kesepiannya aku.., hanya kau satu-satunya orang yang bisa aku ajak bicara!
Tae Soo menangis, dan begitu pula Kang Chi. Tae Soo memenuhi permintaan Kang Chi dan menatapnya. Seperti tombol yang dinyalakan, hipnotis itu muncul kembali.
Tae Soo berteriak penuh kemarahan dan segera memukuli Kang Chi. Berkali-kali. Tapi Kang Chi tetap diam dan menatap Tae Soo, pasrah menerima pukulan itu. Namun tinju Tae Soo terus dan terus mendarat ke muka Kang Chi.
Yeo Wool dan Gon masuk. Mereka kaget melihat Kang Chi yang sudah babak belur dan Yeo Wool bergegas untuk menghentikan Tae Soo. Tapi Guru Dam mengangkat tangannya, menghentikan niat itu.
Dan seakan jumlah kebencian Tae Soo menipis seiring banyaknya pukulan yang diterima Kang Chi,  di satu titik, tangan Tae Soo terangkat namun ia tak mampu memukul lagi walau ia menatap Kang Chi.
Kang Chi berkata, “Benar seperti itu. Teman seharusnya melihat wajah temannya seperti ini, Tae Soo-ya.” 
Dan seakan suara dan tatapan Kang Chi yang memusnahkan hipnotis itu, Tae Soo menurunkan tinjunya, terjatuh dan menangis. Kang Chi memeluk temannya dan Tae Soo menangis dalam pelukannya.
Guru Dam menceritakan hal ini pada Guru Gong Dal dan Guru Gong Dal menyimpulkan kalau ketulusan hati Kang Chi-lah yang meruntuhkan hipnotis itu.
Apaa? Jadi hipnotis itu bisa hilang dengan cara lain? Kenapa mereka nggak ngomong dari dulu? Kan semua hal buruk ini nggak akan kejadian. *ngebalik meja*
Guru Gong Dal pun bertanya apa rencana Guru Dam berikutnya. Guru Dam mengatakan kalau mereka harus segera mempersiapkan pertempuran dengan Jo Gwan Woong, karena tak boleh lagi ada kesedihan akibat Jo Gwan Woong. Guru Gong Dal tertawa dan menyukai ide itu, “Jadi apakah sudah tiba saatnya untuk mengumpulkan keempat Guru?”
Jo Gwan Woong pun ternyata pernah mendengar Empat Guru yang menguasai Moo Hyung Do. Empat guru itu adalah empat orang misterius yang memiilki uang, pengetahuan dan keahlian beladiri, dan bahkan menurut kabar mereka adalah yang mendukung  Pergerakan Dae Dong. Pengawal Seo menduga kalau Empat Guru itu sekarang membantu Laksamana Lee Soon Shin.
Pelayan Choi muncul dan memberitahu kalau ada tamu yang ingin menemui Jo Gwan Woong dan ia memberikan sapu tangan bersimbol suatu klan tertentu. Jo Gwan Woong gembira mendengar kabar itu.
Kang Chi dikejutkan oleh Yeo Wool yang menaruh kantung berisi kedelai ke hadapannya. Lebih terkejut lagi saat Yeo Wool memberitahu kalau atas perintah Guru Dam, ia yang akan mengawasi Kang Chi selama ini. Belum sempat Kang Chi protes, Gon muncul dan mengatakan kalau ia juga diserahi tanggung jawab yang sama.
Heheh.. dan tugas pertamanya? Menghitung jumlah kedelai yang ada di dalam karung itu. LOL. Kang Chi langsung memeriksa isi kantung itu yang mungkin berisi puluhan ribu kedelai. Yeo Wool mengatakan jika Kang Chi ingin menjadi manusia, maka inilah tugas pertama yang harus diselesaikan.
Bwahaha.. ekspresinya Kang Chi itu loh, seperti tak percaya kalau tugas yang harus dilakukan seperti ini. Mungkin Kang Chi stress karena ia biasanya hanya menghitung sampai tiga saja dan sekarang.. wakkss, ribuan? Hahaha… *dicakar Kang Chi*
Dan Yeo Wool juga tak membuat tugas Kang Chi semakin mudah. Karena saat Kang Chi menghitung kedelai itu sampai 1200-an, bukannya diam, Yeo Wool malah bertanya, “Ngomong-ngomong tentang orang tuamu, bagaimana mereka meninggal?” Kang Chi tetap sibuk menghitung dan Yeo Wool kembali bertanya, “Kau benar-benar tak tahu?”
Kang Chi mendelik kesal pada Yeo Wool karena hitungannya buyar. Yeo Wool pun hanya nyengir dan berkata , “Maaf,” tapi tanpa nada menyesal.
Kang Chi pun menenangkan diri dengan bermeditasi sebentar, untuk kemudian menuang kembali kedelai yang dihitungnya dan mulai dari satu lagi.. Bwahahaha..
Jo Gwan Woong menyambut kedatangan tamunya yang ternyata adalah para samurai dari Jepang. Tapi perwakilan mereka yang memakai hanbok menunjukkan kalau tamu yang dinanti-nanti oleh Jo Gwan Woong adalah seorang wanita Jepang bercadar yang duduk di dalam tandu.
Wanita itu diperkenalkan sebagai janda dari mendiang Miyamoto, pedagang yang sering bekerja sama dengan Jo Gwan Woong. Dan sekarang wanita itu adalah pemilik sebenarnya yang bertanggung jawab penuh terhadap bisnis mereka.
Di dalam tandu, wanita itu tersenyum dan angin di gunung pun mulai bertiup. Kang Chi pun merasakannya, walau Yeo Wool tidak. Dan di suatu tempat di pegunungan, tanaman merambat yang telah menyebar selama 20 tahun, tiba-tiba layu dan mati seakan tersedot energinya oleh tubuh yang berada di bawahnya.
Yang sekarang membuka mata dan berwarna merah darah.
Kang Chi tersentak kaget dan langsung bangkit.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar