Dengan lesu, Guru Dam kembali ke
ruangannya. Lagi-lagi ia hanya bisa menghela nafas.
Kang Chi duduk menghadap
Laksamana Lee.
Laksamana Lee yang tadi
menyaksikan apa yang terjadi di halaman sekarang menatap gelang yang sekarang
melingkar di tangan Kang Chi. Dengan tenang, ia bertanya tentang orang yang pergi
bersamamanya sebelum ini.
Kang Chi menjawab dengan getir, “Dia
melihat wujud saya yang sebenarnya dan melarikan diri.”
“Apakah karena itu alasan matamu
memancarkan kebencian dan darah?” tanya Laksamana Lee lagi.
“Orang yang saya anggap sebagai saudara sendiri, mengkhianati saya.
Orang yang sangat saya cintai, melempari saya dengan batu. Mereka yang
saya percayai sebagai
satu-satunya keluarga, menolak saya.”
Menurut Laksamana Lee, orang yang
paling dicintai biasanya yang akan paling menyakiti, “Kau terluka karena kau
mencintai dan menyayangi mereka.”
Kang Chi menceritakan bagaimana
Chung Jo mengatainya monster. Laksmana Lee mencoba membesarkan hati Kang Chi
kalau tidaklah penting anggapan orang pada dirinya, tapi yang penting adalah
bagaimana Kang Chi memandang diri sendiri. Tapi bagi Kang Chi, bagaimanapun
juga ia sudah bukan manusia lagi. Ia hanya separuh manusia.
Laksamana Lee mengerti maksud
Kang Chi dan ia pun bertanya bagaimana hidup yang diinginkan Kang Chi sekarang?
Kang Chi tak tahu karena ia hanya makhluk setengah ini dan setengah itu. Maka Laksmana
Lee mengatakan,
“Seorang pria butuh teman untuk
berbagi impian, butuh wanita untuk berbagi hati, dan membutuhkan negara untuk
diabdi dengan segenap hati. Itulah hidup terbaik yang bisa dilakukan oleh
seseorang.”
|
Tapi Kang Chi yang sudah putus
asa mengatakan kalau tak ada yang mau membagi hati untuknya, ”Darah gaib kotor
mengalir di dalam tubuh saya.”
Dengan suara perlahan, Laksamana
Lee mengingatkan Kang Chi kalau di luar sana banyak manusia yang bertingkah
lebih buruk dari binatang, “Yang menentukan dirimu manusia bukanlah darah yang
mengalir di tubuhmu, tapi kemauan dan keputusanmu untuk hidup dengan baik,”
Kang Chi berkaca-kaca mendengar
ucapan Laksamana Lee yang juga melontarkan pertanyaan yang sama sekali lagi,
“Sekarang…, bagaimana hidup yang kau
inginkan? Kau ingin hidup sebagai apa?”
Di luar Yeo Wool menunggu Kang
Chi dengan cemas. Dan saat ia melihat kemunculan Kang Chi, Yeo Wool langsung
memberondongnya dengan pertanyaan, "Apa yang terjadi? Apa yang dikatakan
Laksamana Lee? Apakah beliau marah? Separah itu?"
Kang Chi tak menjawab, hanya
menatap Yeo Wool dan malah bertanya, “Mengapa.. mengapa kau sangat baik
padaku?”
Yeo Wool pun bingung menjawabnya,
“Itu karena.. aku hanya ingin melakukan segala yang bisa kulakukan untukmu.”
Kang Chi tertegun mendengar jawaban Yeo Wool yang kemudian melanjutkan, “Karena
itulah keinginanku.”
Kang Chi teringat jawaban yang ia
berikan pada Laksamana Lee sebelumnya, yaitu, “Saya ingin menjadi manusia. Bukan
separuh manusia seperti ini, tapi seutuhnya. Saya ingin menjadi manusia.”
Kang Chi menangis terisak-isak
dan Laksamana Lee pun trenyuh, matanya ikut berkaca-kaca. Perlahan ia mengambil
tangan Kang Chi dan menggenggamnya lembut, yang malah membuat Kang Chi semakin
tersedu-sedu.
Di hutan, Bong Chul tersadar dan
melihat kalau tak ada luka di leher dan perutnya. Hanya baju yang robek dan
tangan berlumuran darah saja yang membuktikan kalau ia pernah terluka. Dan ia
teringat bagaimana Kang Chi menarik belatinnya untuk mengiris tangannya sendiri
dan mengucurkan darah di sekitar lukanya.
Saat itu Bong Chul bingung akan
tindakan Kang Chi, tapi Kang Chi pun juga bingung mengapa ia mau melakukan hal
ini pada orang seperti Bong Chul. Ia hanya dapat menghela nafas, “Aku pernah
melakukan hal ini untuk menyelamatkan seseorang. Aku ingin tahu apakah cara ini
juga manjur bagimu.”
Dan Bong Chul terbelalak melihat
butiran cahaya biru mulai muncul dan hinggap di lukanya. Saking terkejutnya, ia
malah pingsan.
Sekarang, di malam hari, Bong
Chul terkejut menyadari kalau Kang Chi tak hanya menyembuhkannya tapi juga
membuatkan api unggun untuknya. Ia hanya bisa mengumpat, bersyukur dengan
setengah menangis dan setengah tertawa.
Chung Jo yang sudah didandani,
dibawa di kamar Jo Gwan Woong yang
menyuruh gadis itu untuk menuangkan anggur untuknya. Chung Jo menolaknya
mentah-mentah, tapi Jo Gwan Woong mengingatkan tentang Tae Soo dan ia akan
memutuskan nasib kakaknya dari sikap yang ditunjukkan oleh Chung Jo.
Dengan menahan geram, Chung Jo mengangkat
poci minuman itu. Tapi Jo Gwan Woong malah meletakkan gelasnya dan menarik
Chung Jo dan berkata, “Jadilah milikku dan aku juga akan menjadi milikmu.”
Chung Jo memilih mati daripada
diperlakukan seperti ini oleh orang yang membunuh kedua orangtuanya. Tapi Jo
Gwan Woong mulai bermain kata dan mengatakan kalau orang tuanya tak
mempertaruhkan nyawanya untuk Chung Jo, melainkan untuk Kang Chi dan ibunya
meninggalkannya dengan membuang nyawanya sendiri, “Siapa yang akan melindungimu
selain dirimu sendiri?”
Ughh.. the worst part of this
drama. I hate him who said that in order to live she must threw away everything
she can and enjoyed everything she can. And no. I won’t transcribe more of his
disgusting words.
Chung Jo ketakutan dan meminta Jo
Gwan Woong untuk melepaskannya. Tapi sia-sia.
Sebuah bunga jatuh sebagai simbol
apa yang terjadi malam itu. Dan Tae Soo pun juga tersentak kaget, merasakan
firasat buruk di dalam selnya.
Keesokan paginya, Yeo Wool
mengintip ke dalam ruang kerja ayahnya dengan penuh was-was. Tapi ia memasang
wajah paling ceria saat masuk ke dalam ruangan dan menyapa ayahnya, “Selamat
pagi ayahanda..”
Guru Dam tak menjawab, masih menekuni dokumen di hadapannya.
Dan Yeo Wool pun menyapanya lagi, “Ayah bangun pagi-pagi sekali. Apakah ayah
sudah sarapan?”
Tapi Guru Dam malah mengambil
satu dokumen lagi dan benar-benar mengacuhkan putrinya, hingga Yeo Wool harus merengek
memanggilnya, “Ayah…”
“Kenapa?” tanya Guru Dam ketus,
dan Yeo Wool pun juga menyadarinya apalagi mendengar lanjutannya, “Kang Chi
bukanlah orang yang dapat kau tangani. Ia bukanlah orang yang dapat memiliki
hubungan dengan seorang manusia.”
Yeo Wool optimis kalau Kang Chi
dapat memperoleh Buku Keluarga Gu, maka Kang Chi dapat menjadi manusia, “Jika
ia menjadi manusia, maka takdirnya juga akan berubah dan ramalan biksu itu juga
akan berubah, kan?”
Guru Dam mencoba menyela, tapi
Yeo Wool tetap mengungkapkan apa yang ia yakini, “Takut akan masa depan yang
bahkan belum ada. Aku tak ingin hidup menghindari masa kini yang ada di
hadapanku. Aku ingin menghadapinya dengan penuh percaya diri. Ayah yang mengajariku untuk hidup seperti
ini. Benar kan, ayah?”
Lagi-lagi Guru Dam hanya bisa
menghela nafas.
Sementara itu Kang Chi masih
duduk diam di kamar, sepertinya tak tidur sepanjang malam. Ia memandangi gelang
yang melingkar di pergelangan tangannya. Dan bagaimana tangannya itu digenggam
oleh Yeo Wool tanpa ragu sedikitpun. Dan Jawaban Yeo Wool masih
terngiang-ngiang di benaknya : Aku hanya
ingin melakukan segala yang kubisa untukmu. Karena itulah keinginanku.
Seakan tanpa jiwa, Chung Jo
memakai bajunya lagi. Namun ia tak dapat menutupi kecemasannya saat mendengar
pengawal berkata kalau ia membawa Tae Soo ke hadapan Jo Gwan Woong.
Ughh.. kejam dan licik. Chung Jo
menatap jijik pada Jo Gwan Woong, tapi Jo Gwan Woong dengan santai mengatakan
kalau Chung Jo tak perlu malu karena Chung Jo telah menyelamatkan nyawa
kakaknya. Chung Jo tak menjawab dan beranjak pergi.
Tapi terlambat, karena Tae Soo
sudah dibawa masuk. Betapa kaget luar biasa Tae Soo melihat Chung Jo yang ada
di kamar Jo Gwan Woong dan berpenampilan acak-acakan. Chung Jo hanya bisa
menyapa kakaknya dengan pedih.
Rasanya ingin membungkam
mulut Jo Gwan Woong yang menyuruh Tae Soo berterima kasih pada adiknya karena
telah diselamatkan. Tae Soo menangis dan bertanya apakah ucapan itu benar?
Chung Jo tak tahan dan tak tega melihat
wajah kakaknya. Ia pun segera berlari pergi.
Tae Soo berteriak marah dan
mencabut pedang yang dipegang oleh salah satu pengawal, menyerang semua orang
yang ada di hadapannya. Tujuannya hanya satu. Membunuh Jo Gwan Woong.
Tapi Jo Gwan Woong tenang dan
tetap berbaring di tempatnya. Saat Tae Soo sudah hampir mendekatinya, Pengawal
Seo memukul Tae Soo dari belakang dan menelikungnya. Tae Soo tetap berteriak,
bersumpah akan membunuh Jo Gwan Woong. Sementara Jo Gwan Woong sendiri hanya
berdecak meremehkan Tae Soo yang hanya bisa berteriak-teriak.
Dan sekali lagi, Jo Gwan Woong
menyuruh Tae Soo untuk mencari informasi tentang penggunaan perak Tuan Park dan
mengancam Tae Soo dengan keselamatan adiknya.
Jo Gwan Woong pun bangkit
meninggalkan Tae Soo yang hanya bisa berteriak, menangis sedih melihat dua
bantal tergeletak di atas tempat tidur itu.
Chung Jo kembali ke Chunhwagwan.
Para gisaeng yang sedang duduk-duduk langsung menghadang Chung Jo dan
mengatakan kalau Chung Jo sangat berani datang setelah kabur kemarin.
Chung Jo tak menjawab. Ia malah
berbalik menghadap mereka dan dengan dingin bertanya pada Wol Sun, “Kau dulu
pernah berkata kalau hidupku akan berkembang lagi seperti bunga musim semi?
Jika hal itu terjadi, apa yang akan terjadi pada gisaeng terbaik di Chunhwagwan
ini?”
Wol Sun terkejut mendengar
pertanyaan sekaligus ancaman yang mengarah pada dirinya. Tapi Chung Jo tak menunggu
jawaban dan melangkah pergi meninggalkan para gisaeng yang mematung tertegun.
Soo Ryun kaget melihat kedatangan
Chung Jo yang menahan tangis dan terbata-bata bertanya apakah ia masih bisa
bermimpi dan semua ini bukanlah akhir dari segalanya, “Dapatkah saya
mempercayainya?”
Soo Ryun bertanya apa yang telah
terjadi pada Chung Jo selama ia pergi? Chung Jo tak menjawab dan malah berkata
kalau ia akan menjadi yae gi (gisaeng khusus yang mempelajari seni), “Saya akan
menjadi yae gi dan memulai hidup saya dari awal lagi.”
Tae Soo kembali ke Moo Hyung Do
dengan gontai. Di aula, ia bertemu dengan Guru Dam dan ia pun tak kuasa menahan
perasaannya. Ia menangis tersedu-sedu di hadapan orang yang mengenal ayahnya
dengan baik.
Kang Chi mengikuti Tae Soo yang
masuk ke dalam aula. Mulanya ia hendak mengkonfrontir, tapi ia kemudian memilih
bersikap tak peduli akan orang yang telah mengkhianatinya. Tapi kata-kata
terakhir Tuan Park terngiang di telinganya : Kau sudah kuanggap sebagai anakku sendiri. Lindungilah Tae Soo dan
Chung Jo.
Di dalam aula, Tae Soo
menceritakan cita-citanya yang ingin seperti ayahnya. Jika ia terus mencoba, ia
merasa bisa menjadi seperti ayahnya, “Tapi di dunia dimana Ayah sudah tak ada
lagi, saya hanyalah orang yang lemah tak berdaya. Saya benci melihat diri saya yang menyedihkan ini.”
Guru Dam pun melontarkan
dugaannya kalau Tae Soo adalah orang yang menyebabkan wujud Kang Chi berubah.
Belum sempat Tae Soo menjawab, terdengar teriakan dari pintu, “Sampai kapan kau
terus mengasihani dirimu sendiri, hah?
Ternyata Kang Chi kembali. Tae
Soo memalingkan wajah, tak berani melihat Kang Chi karena ia masih berada di
bawah pengaruh hipnotis. Tapi Kang Chi menyuruhnya untuk menatap ke arahnya.
Ia
menarik kerah Tae Soo agar berdiri dan berkata keras, “Lihatlah aku! Kenapa kau
tak mau melihatlku? Kau takut aku berubah wujud lagi dan melukaimu? Atau karena
kau ada dalam pengaruh hipnotis? Mengapa kau sangat takut?”
Tae Soo tetap menghindari tatapan
mata Kang Chi, tapi Kang Chi memohon agar Tae Soo melihatnya. Melihat ke
arahnya. “Kumohon, Tae Soo-ya. Kau harus melihat ke arahku agar aku dapat
menunjukan diriku. Apa yang telah terjadi padaku, mengapa aku nampak seperti
monster. Betapa takutnya aku,.. betapa kesepiannya aku.., hanya kau
satu-satunya orang yang bisa aku ajak bicara!
Tae Soo menangis, dan begitu pula
Kang Chi. Tae Soo memenuhi permintaan Kang Chi dan menatapnya. Seperti tombol
yang dinyalakan, hipnotis itu muncul kembali.
Tae Soo berteriak penuh kemarahan
dan segera memukuli Kang Chi. Berkali-kali. Tapi Kang Chi tetap diam dan
menatap Tae Soo, pasrah menerima pukulan itu. Namun tinju Tae Soo terus dan
terus mendarat ke muka Kang Chi.
Yeo Wool dan Gon masuk. Mereka
kaget melihat Kang Chi yang sudah babak belur dan Yeo Wool bergegas untuk
menghentikan Tae Soo. Tapi Guru Dam mengangkat tangannya, menghentikan niat
itu.
Dan seakan jumlah kebencian Tae
Soo menipis seiring banyaknya pukulan yang diterima Kang Chi, di satu titik, tangan Tae Soo terangkat namun
ia tak mampu memukul lagi walau ia menatap Kang Chi.
Kang Chi berkata, “Benar seperti
itu. Teman seharusnya melihat wajah temannya seperti ini, Tae Soo-ya.”
Dan
seakan suara dan tatapan Kang Chi yang memusnahkan hipnotis itu, Tae Soo
menurunkan tinjunya, terjatuh dan menangis. Kang Chi memeluk temannya dan Tae
Soo menangis dalam pelukannya.
Guru Dam menceritakan hal ini
pada Guru Gong Dal dan Guru Gong Dal menyimpulkan kalau ketulusan hati Kang
Chi-lah yang meruntuhkan hipnotis itu.
Apaa? Jadi hipnotis itu bisa
hilang dengan cara lain? Kenapa mereka nggak ngomong dari dulu? Kan semua hal
buruk ini nggak akan kejadian. *ngebalik meja*
Guru Gong Dal pun bertanya apa
rencana Guru Dam berikutnya. Guru Dam mengatakan kalau mereka harus segera
mempersiapkan pertempuran dengan Jo Gwan Woong, karena tak boleh lagi ada
kesedihan akibat Jo Gwan Woong. Guru Gong Dal tertawa dan menyukai ide itu,
“Jadi apakah sudah tiba saatnya untuk mengumpulkan keempat Guru?”
Jo Gwan Woong pun ternyata pernah
mendengar Empat Guru yang menguasai Moo Hyung Do. Empat guru itu adalah empat
orang misterius yang memiilki uang, pengetahuan dan keahlian beladiri, dan
bahkan menurut kabar mereka adalah yang mendukung Pergerakan Dae Dong. Pengawal Seo menduga
kalau Empat Guru itu sekarang membantu Laksamana Lee Soon Shin.
Pelayan Choi muncul dan
memberitahu kalau ada tamu yang ingin menemui Jo Gwan Woong dan ia memberikan
sapu tangan bersimbol suatu klan tertentu. Jo Gwan Woong gembira mendengar
kabar itu.
Kang Chi dikejutkan oleh Yeo Wool
yang menaruh kantung berisi kedelai ke hadapannya. Lebih terkejut lagi saat Yeo
Wool memberitahu kalau atas perintah Guru Dam, ia yang akan mengawasi Kang Chi
selama ini. Belum sempat Kang Chi protes, Gon muncul dan mengatakan kalau ia
juga diserahi tanggung jawab yang sama.
Heheh.. dan tugas pertamanya?
Menghitung jumlah kedelai yang ada di dalam karung itu. LOL. Kang Chi langsung
memeriksa isi kantung itu yang mungkin berisi puluhan ribu kedelai. Yeo Wool
mengatakan jika Kang Chi ingin menjadi manusia, maka inilah tugas pertama yang
harus diselesaikan.
Bwahaha.. ekspresinya Kang Chi
itu loh, seperti tak percaya kalau tugas yang harus dilakukan seperti ini.
Mungkin Kang Chi stress karena ia biasanya hanya menghitung sampai tiga saja
dan sekarang.. wakkss, ribuan? Hahaha… *dicakar Kang Chi*
Dan Yeo Wool juga tak membuat
tugas Kang Chi semakin mudah. Karena saat Kang Chi menghitung kedelai itu
sampai 1200-an, bukannya diam, Yeo Wool malah bertanya, “Ngomong-ngomong
tentang orang tuamu, bagaimana mereka meninggal?” Kang Chi tetap sibuk
menghitung dan Yeo Wool kembali bertanya, “Kau benar-benar tak tahu?”
Kang Chi mendelik kesal pada Yeo
Wool karena hitungannya buyar. Yeo Wool pun hanya nyengir dan berkata , “Maaf,”
tapi tanpa nada menyesal.
Kang Chi pun menenangkan diri dengan bermeditasi sebentar, untuk kemudian menuang kembali
kedelai yang dihitungnya dan mulai dari satu lagi.. Bwahahaha..
Jo Gwan Woong menyambut
kedatangan tamunya yang ternyata adalah para samurai dari Jepang. Tapi
perwakilan mereka yang memakai hanbok menunjukkan kalau tamu yang dinanti-nanti
oleh Jo Gwan Woong adalah seorang wanita Jepang bercadar yang duduk di dalam
tandu.
Wanita itu diperkenalkan sebagai
janda dari mendiang Miyamoto, pedagang yang sering bekerja sama dengan Jo Gwan
Woong. Dan sekarang wanita itu adalah pemilik sebenarnya yang bertanggung jawab
penuh terhadap bisnis mereka.
Di dalam tandu, wanita itu
tersenyum dan angin di gunung pun mulai bertiup. Kang Chi pun merasakannya,
walau Yeo Wool tidak. Dan di suatu tempat di pegunungan, tanaman merambat yang telah
menyebar selama 20 tahun, tiba-tiba layu dan mati seakan tersedot energinya
oleh tubuh yang berada di bawahnya.
Yang sekarang membuka mata dan
berwarna merah darah.
Kang Chi tersentak kaget dan langsung bangkit.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar